Fraud dikategorikan sebagai tindakan kriminal yang dapat merugikan pihak tertentu dan menguntungkan pihak lainnya. Fraud menurut Black’s Law Dictionary : Mencakup semua ragam cara yang dapat dipikirkan manusia dan diupayakan oleh seseorang untuk mendapatkan keuntungan dari orang lain dengan saran yang salah atau pemaksaan kebenaran dan mencakup semua cara yang tak terduga,penuh siasat,licik atau tersembunyi dan setiap cara yang tidak wajar yang menyebabkan orang lain tertipu
Salah satu yang merupakan tindakan fraud adalah Kecurangan laporan keuangan (Financial statement fraud), korupsi (corruption), penggelapan asset (asset misappropriation), Korupsi dapat dikatakan sebagai penyalahgunaan jabatan yang digunakan untuk kepentingan pribdi atau perusahaan. Selain itu korupsi juga bias dikatakan sebagai tindakan pengkhianatan terhadap amanah. Dalam hal ini termasuk perilaku penyuapan, memberikan upah tertentu untuk melindungi diri dari hokum, nepotisme dan sebagainya. Selain itu yang termasuk dalam tindakan fraud lainnya adalah penggelapan asset (asset misappropriation), meliputi penyalahgunaan atau pencurian aset atau harta perusahaan atau pihak lain dan pernyataan palsu (fraudulent statement), meliputi tindakan yang dilakukan untuk menutupi kondisi keuangan yang sebenarnya dengan melakukan rekayasa keuangan (financial engineering) dalam penyajian laporan keuangan untuk memperoleh keuntungan.
Oleh karena adanya tindakan-tindakan fraud tersebut, maka diperlukan adanya langkah-langkah perbaikan dalam mengatasi tindakan-tindakan tersebut. Hal ini bias dilakukan dengan melakukan pencegahan terhadap fraud, mendeteksi adanya fraud, serta melakukan investigasi fraud. Dengan adanya usaha-usaha seperti ini diharapkan dapat meminimalisir semua fraud. Dalam hal ini akan menjelaskan tentang kasus skandal keuangan ganda Bank Lippo.
Kasus Bank Lippo bermula ketika bank menarik dana publik melalui tabungan maupun deposito. Melalui kredit yang disalurkan, dana itu, selanjutnya digunakan untuk membiayai investasi di perusahaan afiliasi. Ketika krisis melanda, dan perusahaan- perusa- haan berguguran, kredit macet, bank pun berguguran. Ketika kemudian diperoleh berita bahwa pemerintah dalam hal ini Bank Indonesia (BI) akan melakukan uji tuntas terhadap bank-bank, apakah melanggar Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) terhadap perusahaan afiliasi, maka Bank Lippo cepat bergerak. Mereka mengambil alih semua agunan dari kredit perusahaan afiliasi. Dengan demikian, seluruh kredit dianggap lunas, dan hapus dari pembukuan. Kalau mau melihat lebih jauh, mestinya Bank Lippo juga melanggar BMPK.
Dalam paparan kepada publik untuk menjelaskan kasus laporan keuangan ganda per 30 September 2002, manajemen Bank Lippo kembali berkelit. Ketika dikejar, apakah AYDA berasal dari kredit kepada afiliasi dan pembelinya adalah perusahaan afiliasi, manajemen hanya menjawab bahwa menurut peraturan Bank Indonesia tidak ada aset yang tercatat di buku yang merupakan afiliasi dengan pinjaman grup. Padahal, dalam laporan keuangan Bank Lippo, sejak tahun 1998, jelas-jelas tertulis bahwa AYDA tersebut adalah surat berharga yang meliputi saham PT Lippo Karawaci Tbk, PT Lippo Cikarang Tbk, PT Lippo Securities Tbk, PT Bukit Sentul Tbk, PT Hotel Prapatan Tbk, PT Matahari Putra Perkasa Tbk, dan PT Panin Insurance Tbk. Selain itu ada pula properti berupa perumahan, komersial, dan industri di Jakarta, Tangerang, Bekasi, Karawang, Ujung Pandang (Makassar), Bogor, Serang, Bandung, Surabaya, Purwakarta, Medan, dan Tasikmalaya. Dari namanya saja, jelas-jelas itu dari grup Lippo pemberian kredit kepada kelompok sendiri.
Penggelembungan nilai (mark up) memang sulit dibuktikan. Kasus ini mencuat, ketika dalam laporan keuangan Bank Lippo per 30 September 2002 kepada publik pada tanggal 28 November 2002, manajemen menyebutkan total aktiva perseroan Rp 24 trilyun dan laba bersih Rp 98 milyar. Namun, dalam laporan keuangan kepada BEJ 27 Desember 2002, manajemen menyebutkan total aktiva berkurang menjadi Rp 22,8 trilyun dengan rugi bersih Rp 1,3 trilyun. Perbedaan laba dikatakan karena adanya kemerosotan nilai agunan yang diambil alih dari Rp 2,393 trilyun pada laporan publikasi menjadi Rp 1,42 trilyun pada laporan ke BEJ. Akibatnya, dalam keseluruhan neraca terjadi penurunan tingkat kecukupan modal (CAR) dari 24,77 persen menjadi 4,23 persen.
Keanehan semakin menjadi, ketika dalam suatu wawancara dengan salah satu majalah berita, Wakil Presiden Komisaris Bank Lippo Roy Tirtadji menyatakan, penjualan AYDA tersebut dilakukan, salah satunya karena AYDA membebani bank dengan biaya perawatan sampai Rp 400 milyar per tahun. Menggelikan. Bank Lippo yang pemegang saham mayoritasnya pemerintah, harus mengeluarkan biaya Rp 400 milyar tiap tahun untuk biaya pemeliharaan AYDA, yang berisi aset-aset yang berasal dari Grup Lippo sendiri. Biaya perawatan itu setara dengan 15 persen dari nilai AYDA sendiri yang Rp 2,393 trilyun.
Kecurigaan justru menyeruak, apakah ini cara lain moroti bank? Bagaimana mungkin bank tiap tahun mengeluarkan biaya perawatan Rp 400 milyar untuk aset-aset properti yang bisnisnya berjalan. "Tiap tahun kita mengeluarkan Rp 400 milyar," katanya. Selain itu kemungkinan mengakali uang negara juga terbuka dalam proses pengalihan aset yang dianggap macet pada BPPN. Seluruh permainan memiliki benang merah yang sama. Menyalahgunakan subyektivitas dalam penilaian aset.Proses penyerahan aset ke BPPN, banyak sekali menimbulkan peluang bagi pemilik bank yang direkapitalisasi untuk mengambil dana sebanyak mungkin dari negara. Sementara itu, begitu banyaknya dokumen yang diserahkan ke BPPN, juga membuatnya menjadi mudah dimainkan. Entah itu karena lelah, malas, lalai, tidak teliti, atau apa pun, yang jelas menjadi terbuka lebar untuk dibobol saat harus menghadapi banyaknya dokumen. Inilah rupanya hal yang tak dapat ditolak. Rekapitalisasi besar-besaran di satu sisi memang dibutuhkan, tetapi di sisi lain menimbulkan banyak kesempatan bagi orang-orang yang ingin mengambil keuntungan secara tidak wajar. Proses administrasi yang sedemikian banyak, merupakan titik lemah yang sering kali menjadi sumber korupsi.
Belum lagi, rekayasa dengan berbagai bentuk tukar guling dalam bank dan grup sendiri. Misalnya, aset dalam grupnya sendiri ditukar guling melalui perusahaan jadi-jadian di Mauritius atau Cayman Island. Dengan demikian, pemilik lama yang sesungguhnya telah melanggar BMPK akan bisa menguasai kembali asetnya yang telah menjadi AYDA, ataupun membeli kembali kreditnya sendiri dengan diskon besar. DI sisi lain, dengan memanfaatkan isu-isu, baik yang alamiah maupun yang direncanakan seperti penggembosan valuasi AYDA dan kasus laporan keuangan ganda, di pasar modal saham Bank Lippo digarap habis-habisan. . Sejak dari dugaan menggerojog pasar untuk kemudian memborong kembali saham setelah harganya jatuh, sampai upaya menurunkan saham dengan melakukan transaksi satu lot pada menit terakhir selama 40 hari.
Berdasarkan kasus dan faktor-faktor fraud diatas, maka dapat Terdapat dua metode pendekteksian kecurangan secara pro aktif, yaitu :
1. Inductive Detection Method : Pendekatan yang dilakukan dengan menggunakan commercial data-mining software seperti Audit Command Language (ACL).Pendekatan lain yang dapat dilakukan adalah melakukan prosedur analytical review.
2. Deductive Detection Method : Pendekatan ini untuk menentukan apa saja yang dapat terjadi dalam situasi tertentu dan kemudian menggunakan teknik dan metode lainnya untuk menentukan apabila kecurangan tersebut benar- benar ada.
Menganalisis kasus skandal Bank Lippo melakukan tindakan fraud seperti:
• Asset Misapropriation (Penggelapan/Penyelewengan Aset) Adalah fraud yang dilakukan dengan cara mencuri penerimaan, mencuri kas/asset yang ada di perusahaan, dan melakukan kecurangan terhadap pengeluaran. Para pelaku biasanya melakukan kejahatannya secara sendiri atau denga kolusi bersama pihak lain.
Dalam hal ini Bank Lippo mengakali penjualan AYDA karena AYDA membebani Bank dengan biaya perawatan sampe 400 Milyar per tahun, dan ini untuk membiayai aset yang berasal dari group sendiri yang bisnisnya masih berjalan. Dan berbagai rekayasa seperti gropu nya sendiri ditukar guling melalui perusahaan jadi-jadian di Mauritius atau cayman Island, sehingga dapat menguasai kembali asetnya yang telah menjadi AYDA, membeli kembali kreditnya sendiri dengan diskon besar.
Selain itu adanya laporan keuangan ganda Bank Lippo yang berbeda antara laporandi BEJ dan di publik. Laporan keuangan BankLippo kepada publik pada tanggal 28 November 2002, manajemen menyebutkan total aktiva perseroan Rp 24 trilyun dan laba bersih Rp 98 milyar. Namun, dalam laporan keuangan kepada BEJ 27 Desember 2002, manajemen menyebutkan total aktiva berkurang menjadi Rp 22,8 trilyun dengan rugi bersih Rp 1,3 trilyun.
• Corruption (Korupsi)
Korupsi yang dilakukan Bank Lippo yaitu:
1. Penyuapan (Bribery) Adalah menawarkan, memberikan, menerima, atau meminta sesuatu yang bernilai untuk mempengaruhi tindakan pejabat. Dalam kasus ini, Bank Lippo mengakali uang Negara dalam proses pengalihan asset yang dianggap macet pada BPPN. Di BPPN proses rekapitalisasi dan proses administrasi yang sedemikian banyak, sering kali dan bias menjadi sumber korupsi.
2. Konflik Kepentingan (Conflict of Interest) Bertindak atas nama individu atau organisasi tetapi memiliki kepentingan pribadi dalam aktivitas yang dilaksanakan dan mempengaruhi/merugikan pihak yang diwakilinya. Dalam kasus ini, Bank Lippo memberikan kredit kepada kelompok sendiri sehingga melanggar BMPK namun Bank Lippo berdalih tidak ada asset yang tercatat di buku yang merupakan afiliasi dengan pinjaman group, padahal sudah jelas bahwa AYDA tersebut merupakan surat berharga meliputi saham dengan nama group sendiri.
Dengan melihat tindakan-tindakan fraud yang dilakukan oleh Bank Lippo tersebut, maka dapat dilakukan langkah-langkah yang dapat digunakan untuk mengatasi fraud yang telah ada tersebut. Hal-hal yang dapat dilakukan untuk menanggulangi fraud tersebut diantaranya:
1. Strategi Preventif
Strategi ini dilakukan dengan pengendalian atas faktor-faktor penyebab korupsi, dengan rumusan sebagai berikut :
- memperkuat peran lembaga tinggi Negara,
- Membangun kode etik di sektor publik dan lembaga lainnya seperti parpol, organisasi profesi, asosiasi dan sebagainya.
- penataan manajemen yang berorientasi hasil dan ber-azas akuntabilitas baik dalam manajemen SDM, keuangan, dan manajemen pelayanan public.
Dalam kasus Bank Lippo hal ini dapat dilakukan dengan memperkuat peran lembaga tinggi Negara, dalam kasus Bank Lippo mulai dari BI, Bapepam, DPR ataupun BPPN. Dan yang menjadi ujung tombak berbagai rekayasa uang negara adalah komisaris oleh karena itu peran komisaris, wakil dari kepentingan pemerintah selaku pemegang saham mayoritas menjadi penting.
2. Strategi Detektif
Strategi ini adalah upaya mengidentifikasi tindakan korupsi dengan rumusan sebagai berikut:
- penyempurnaan sistem pengaduan masyarakat atas pelayanan publik.
- peningkatan kemampuan audit investigasi bagi auditor internal dalam mendeteksi korupsi
- pemberlakuan kewajiban pelaporan transaksi keuangan pribadi yang jumlahnya signifikan dan pelaporan kekayaan pribadi manajemen perusahaan penyempurnaan sistem pengaduan masyarakat atas pelayanan publik.
- Peningkatan partisipasi perusahaan pada gerakan anti korupsi dan pencucian uang pada masyarakat internasional.
Dalam kasus Bank Lippo yang harus diberlakukan adalah pemberlakuan kewajiban pelaporan transaksi keuangan pribadi dan pelaporan kekayaan pribadi manajemen perusahaan.
3. Strategi Represif
Adalah tindakan utuk menangani perbuatan-perbuatan korupsi yang terjadi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dapat dirumuskan dengan:
-Penyelidikan, penuntutan, peradilan dan penerapan hukuman bagi para manajemen dan pegawai yang melakukan korupsi.
-pemberlakuan system pemantauan proses penyelesaian tindak pidana korupsi secara terpadu
-Penataan kembali pelaksanaan tugas.
Dalam kasus Bank Lippo strategi represif yang harus dilakukan adalah strategi penyelidikan, penuntutan, peradilan dan penerapan hukuman bagi para manajemen dan pegawai yang melakukan korupsi.
Sumber :
Workshop audit kecurangan.STAN.Jakarta
http://aprasetyantoko.blogspot.com/2006/04/pelajaran-dari-skandal-lippo.html
http://www.tempointeractive.com/hg/ekbis/2003/03/12/brk,20030312-27,id.html
0 komentar:
Posting Komentar